Abstract: In Situ Measurement of Geoelectrical Resistivity in Relation to Weathering Profile of a Sedimentary Rock Mass at Lubuk Paku, Pahang: A Case Study
0
Citation
2
Reference
20
Related Paper
Abstract:
D geoelectrical resistivity imaging using the Wenner configuration was conducted to investigate the weathering profile of a sedimentary rock cut slope at Lubuk Paku, Pahang. The rock which belongs to the Tembeling Formation was cut into· three terraces and it consists of, from bottom to top, thick layers of basal conglomerate, massive pebbly sandstone and highly weathered shale. The resistivity imaging results show that the rock cut slope can be characterised into several zones of low, moderately low, moderately high and high resistivities. The low resistivity zone which has resistivity values ranging from 150 to 500 Qm is associated with the residual soil with high water content. It is classified as grade VI according to the IAEG ( 1981) weathering index with an average layer thickness of about 1.8 m. A moderately low resistivity zone with weathering index of grade V shows resistivity values ranging from 650 to 800 Qm. This layer appears to have low water content and its thickness varies from 1.1 to 1. 7 m. Weathered rock material of grade IV shows resistivity values ranging from 800 to 1200 Qm. A zone of moderately high resistivity is represented by the weathered rock mass of grade III. The resistivity value for this particular zone is relatively high and ranges from 1232 to 2000 run. This zone is dominated by a slightly weathered layer of pebbly sandstone. A slightly weathered rock of grade II represents the high resistivity zone with values ranging from 2000 to 3000 Qm. This zone is correlated well with the massive and solid rocks of basal conglomerate and pebbly sandstone. The results of the present study illustrate empirically that the geoelectrical resistivity values decrease as the weathering grades of the rock material increase. The presence of discontinuities and fractures in the rock mass appears to have lowered the overall resistivity of the rock mass. This empirical correlation could be used to map zones of different grades of weathered sedimentary rock mass and to study other subsurface geological structures related to slope cuts. Abstrak: Survei pengimejan keberintangan geoelektrik dengan menggunakan susunatur Wenner telah dijalankan untuk mengkaji prof11 luluhawa potongan cerun batuan sedimen di Lubuk Paku, Pahang. Cerun batuan sedimen Formasi Tembeling ini telah dipotong kepada tiga teres dan batuan ini, dari bawah ke atas, terdiri daripada lapisan batuan konglomerat basal, batu pasir berpebel massif dan syal terluluhawa. lmej keberintangan yang dihasilkan menunjukkan jasad batuan di cerun kajian boleh dikategorikan kepada zon keberintangan rendah, sederhana rendah, sederhana tinggi dan tinggi. Zon keberintangan rendah yang berjulat daripada 150 hingga 500 Qm. adalah berasosiasi dengan tanah baki sedimen yang lembab. Tanah ini dikelaskan sebagai bahan bergred VI mengikut pengelasan IAEG ( 1981) dengan ketebalan purata 1.8 m. Zon berkeberintangan sederhana rendah yang diwaki1i oleh bahan bergred V menunjukkanjulat keberintangan 650 - 800 Qm. Lapisan ini mempunyai keteba1an sekitar 1.1 ke 1. 7 m dan kurang mengandungi air. Bahan terluluhawa bergred IV mempunyai nilai keberintangan daripada 800 ke 1200 Qm. Zon berkerintangan sederhana tinggi diwakili oleh bahan bergred III. Nilai keberintangan bahan ini relatif tinggi dengan ju1at 1232 ke 2000 Qm. Zon ini · didominasi oleh lapisan batu pasir berpebe1 yang sedikit ter1uluhawa. Jasad batuan gred II yang sedikit ter1u1uhawa mewakili zon berkeberintangan tinggi dengan julat daripada 2000-3000 Qm. Zon ini bo1eh dikorelasikan dengan jelas terhadap batuan dasar kong1omerat serta batu pasir massif. Hasil kajian yang dipero1ehi menunjukkan secara empirikal bahawa nilai keberintangan geoelektrik menurun dengan kenaikan gred luluhawa jasad batuan. Kehadiran fitur ketakselanjaran dan retakan juga didapati merendahkan keseluruhan ni1ai keberintangan da1am jasad batuan. Korelasi empirical yang diperolehi ini boleh digunakan untuk pemetaan zon-zon gred luluhawa batuan sedimen dan mengkaji struktur geologi bawah permukaan yang berkaitan dengan cerun potongan.Keywords:
Conglomerate
Cite
Penelitian untuk mengidentifikasi keberadaan air tanah dan kedalaman akuifer telah dilakukan di wilayah KEK Arun Lhokseumawe Provinsi Aceh dengan kondisi geologi daerah penelitian adalah batuan lanauan dan batuan lempung serta geomorfologinya berupa perkebunan dan sungai buatan. Penelitian ini mengaplikasikan metode geolistrik resistivitas 2D dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger. Akuisisi data di lapangan menggunakan alat SuperSting R8 yang keseluruhannya mempunyai 4 lintasan pengukuran dengan lintasan 1 dan 2 memotong lintasan 3 dan 4, panjang masing-masing lintasan pengukuran tersebut adalah 400 m. Pemprosesan data Hasil akuisisi di lapangan menggunakan software Res2dinv untuk menampilkan model 2D bawah permukaan di lokasi penelitian. Hasil interpretasi menunjukkan lintasan L1 pada kedalaman sampai dengan 70 m terdapat lempung berpasir, lanauan dan gravel. Terdapatnya pengaruh instrusi air laut pada kedalaman 25 m yang ditandai dengan nilai resistivitas 1 Ώm. Lapisan akuifer di identifikasi pada jarak bentangan 100 - 200 m dan pada kedalaman 60 m dengan nilai resistivitas 30 Ωm. Penampang lintasan 3 dan 4 tidak menunjukkan adanya lapisan akuifer yang layak untuk diexploitasi pada lintasan tersebut. Interpretasi lintasan L4 menunjukkan adanya intrusi air laut yang besar pada lapisan pertama. Terdapat 3 lapisan yang kontras yaitu lapisan lempung berpasir, gravel/lempung lanauan dan batuan dasar. Lapisan akuifer pada lintasan 4 diinterpretasikan berada pada kedalaman 70 m dengan nilai resistivitas 30 Ωm. Rekomendasi yang paling layak untuk lokasi pengeboran yaitu pada lintasan 4 pada jarak bentangan 180 m dengan jenis akuifer tertekan. The research to identified ground water and depth of aquifer was conducted in KEK Arun Lhokseumawe Aceh Province. The geology contained siltstone and clay with geomorphology area are plantation and artificial river. The 2D resistivity acquisition was using Supersting R8 equipment with Wenner-Schlumberger array. There are 4 survey lines that conducted in the area where line 1 and 2 were crossed with line 3 and 4. The length of each line is 400 m respectively. The data processing was using Res2dinv software to shows 2D subsurface model. The result shown that line 1 is sandy clay, siltstone and gravel at depths up to 70 m. It was influenced by sea water at depth 25 m with resistivity value of 1 Ωm. The aquifer layer was identified at depth 60 m with resistivity value of 30 Ωm. However, line 3 and 4 were presented that the area surveys are suitable for exploration which have not indicate the existence of an aquifer layer. In the last line, it shown sea water intrusion at the first layer. There are 3 layers that contained in line 4 which is clayey sand, gravel and bedrock. The aquifer layer at Line 4 was interpreted at depth 70 m with resistivity value of 30 Ωm. The most feasible recommendation for a drilling location is on Line L4 at a distance of 180 m with a confined aquifer type. Keywords: Aquifer, Resistivity, Lhokseumawe, ground water, sand
Cite
Citations (2)
The study area is located in Balikpapan Bay, the connecting waters between Pancur village at the southwest and Balang Island at the northeast. The objective of study is to know the engineering properties of rock as a foundation groundwork of bridge. Result of seismic reflection interpretation profiles in the survey area indicates that the seismic sequences can be divided into two sequences, those are sequence A and B. Sequence A lies at the upper part, which is characterized by concordance, parallel, wavy and hummocky reflectors. Sequence B is characterized by mounded, chaotic and free reflectors. Sediment thickness obtained from seismic profiles show that Quaternary sediment is about 1.56 to 4.89 meters, while harder substrate thickness ranging between 7.03 and 21.60 meters. While, based on core drilling data, hard rock started to appear between 3 and 4 meters below seafloor with Standard Penetration Test (SPT) between 32 and 34 blows as Tertiary sediments. Based on field observation and correlated with geological map of Balang Island, Balikpapan Sheet, the hard rock proposed for base of bridge foundation is Balang Island Formation (Middle Miocene) that consist of claystone, sandstone and coal layers that have been deformated and start to form fold as anticline. The seismic record show that, the hard rock is interpreted as B sequence that underlain by Quaternary sediments.
Key words: seismic, drilling, Quaternary sediment, hard rock, bridge foundation, Balang Island
Daerah penelitian terletak di Teluk Balikpapan, merupakan perairan penghubung antara desa Pancur di bagian baratdaya dan Pulau Balang di bagian timurlaut. Tujuan penelitian in untuk mengetahui sifat keteknikan batuan keras sebagai tapak jembatan. Hasil interpretasi rekaman seismik di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sekuen sedimen dapat dibagi menjadi dua yaitu Sekuen A dan B. Sekuen A terletak di bagian atas dengan ciri reflektor selaras, sejajar, bergelombang terputus-putus dan perlapisan terputus-putus. Bagian paling bawah adalah Sekuen B dicirikan oleh bentuk reflektor berbukit-bukit kecil, berbintik-bintik kacau tidak beraturan dan makin ke bawah dicirikan oleh bebas pantul. Hasil perhitungan ketebalan sedimen pada penampang seismik diperoleh ketebalan sedimen Kuarter antara 1,56 - 4,89 meter dan kedalaman batuan keras berkisar antara 7,03 – 21,60 meter. Sedangkan berdasarkan data pemboran, batuan keras mulai muncul pada kedalaman 3 - 4 meter di bawah dasar laut dengan SPT antara 32 – 34 sebagai sedimen Tersier. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan dikorelasikan dengan peta geologi P. Balang, Lembar Balikpapan, batuan keras yang diusulkan sebagai dasar tapak jembatan adalah Formasi Pulau Balang (Miosen Tengah) yang terdiri atas batulempung, batupasir and batubara yang sudah mengalami deformasi dan mulai terlipat membentuk antiklin. Pada penampang seismik, batuan keras tersebut adalah Sekuen B yang ditutupi oleh sedimen Kuarter.
Kata kunci: seismik, pemboran, sedimen Kuarter, batuan keras, tapak jembatan, Pulau Balang.
Anticline
Sequence (biology)
Seafloor Spreading
Cite
Citations (0)
Wilayah Hargosari terletak di bagian selatan dari Pulau Jawa yang termasuk dalam zona Pegunungan Selatan yang terkenal sebagai wilayah yang paling prospektif untuk endapan mineral. Banyak keterjadian dari endapan mineral telah dilaporkan dari beberapa lokasi sepanjang zona Pegunungan Selatan namun tidak dengan wilayah Hargosari, sehingga penelitian dilakukan di wilayah ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan kontrol aspek geologi terhadap mineralisasi bijih, untuk mengidentifikasi jenis perubahan, komposisi mineral, dan memetakan zona alterasi, untuk mengetahui karakteristik geokimia dari batuan dasar, dan untuk menemukan tipe mineralisasi dan juga tipe endapan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemetaan geologi dan analisis laboratorium termasuk petrografi, pengamatan bijih, XRD, XRF, dan AAS dilakukan untuk penelitian ini. Hasilnya diketahui bahwa mineralisasi bijih di wilayah Hargosari mungkin dikontrol oleh dua sesar geser mendatar utama (barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya), sesar naik (230 o /75 o /NE) dan segi permeabel lainnya seperti kekar kolumnar yang memungkinkan larutan hidrothermal yang membawa mineral bijih untuk bermigrasi dan terendapkan sebagai urat dan menyebarkan kandungan mineral dalam batuan dasar atau bereaksi dengannya dan menggantikan batuan dasar penerima. Alterasi propilitik dan argilik ditemukan di wilayah Hargosari. Alterasi propilitik terdiri dari kandungan yang bervariasi dari klorit + epidot + kuarsa ± pirit ± magnetit. Tipe alterasi ini tersebar luas di daerah penelitian. Alterasi argilik bervariasi dari putih ke kekuning-kuningan yang terdiri dari illit + smektit ± klorit. Geokimia batuan menunjukkan bahwa litologi di wilayah Hargosari dominan dikontrol oleh alterasi hidrothermal/mineralisasi yang melibatkan perubahan kimia dalam batuan dasar. K 2 O dan SiO 2 secara umum meningkat dalam batuan teralterasi. Sedangkan CaO, MgO, Fe2O3 , TiO2 , dan Cr 2O3 menurun. Mineralisasi umumnya berasosiasi dengan alterasi propilitik dan argilik dimana kadar dari emas ≤ 0.02 ppm, perak ≤ 0.05 ppm, tembaga ≤ 173 ppm, timah ≤ 7 ppm , dan seng ≤ 91 ppm. Tipe dari mineralisasinya lebih mirip dengan endapan epithermal sulfidasi rendah dan mineralisasinya mungkin berumur Miosen.
Hargosari area is situated in the southern part of Java Island, Southern Mountain range, where is known as the most prospective area for mineral deposits. Many occurrences of mineral deposits have already been reported from some locations along the Southern Mountain rang but Hargosari area, that why this current research is conducted in this area. The aims of the research are to elucidate the control of geological aspect to the ore mineralization, to identify the alteration type, mineral composition, and map out the hydrothermal alteration zone, to characterize the geochemistry of host rock, and to elucidate the style of mineralization as well as the deposit type. In order to accomplish these objectives, geological field mapping and laboratory analysis including petrography, ore microscopy, XRD, XRF, and AAS were carried out carefully for this research. As the results, the ore mineralization in Hargosari area is possibly controlled by two main strike slip faults (NW-SE and NE-SW), reverse fault (230 o /75 o /NE), and other permeable features such as columnar joint which allow the hydrothermal fluids bearing ore minerals to migrate and precipitate as veins and disseminate the mineral contents in the country rocks or react with and replace receptive country rocks. Propylitic and argillic alterations were found in Hargosari area. Propylitic alteration consists of the variable amount of chlorite + epidote + quartz ± pyrite ± magnetite. This kind of alteration is widespread in the study area. Argillic alteration is various from white to yellowish which composed of illite + smectite ± chlorite. Rock geochemistry shows that the lithology in Hargosari area is dominantly controlled by hydrothermal alteration/mineralization which involves the chemical change in the host rocks. K 2O and SiO2 generally increase in altered rocks. Whereas CaO, MgO, Fe2O3 , TiO2 , and Cr 2O3 decrease. The mineralization commonly associates with propylitic and argillic alteration which the grade of gold ≤ 0.02 ppm, silver ≤ 0.05 ppm, copper ≤ 173 ppm, lead ≤ 7 ppm , and zinc ≤ 91 ppm. The style of mineralization is more likely to be low sulphidation epithermal deposit and the age of mineralization is possibly in Miocene.
Cite
Citations (0)
ABSTRACTSoutheast Sulawesi is crosscutted by Lasolo Fault into two geological provinces: Tinondo and Hialu. Tinondo Geological Province is occupied largely by Ophiolite Complex in the northern part of Southeast Arm of Sulawesi. No study was conducted in relation to the geochemistry composition of Ophiolite Complex in North Konawe Regency. The aim of this study is to describe the ultramafic rock of the Ophiolite Complex in North Konawe Regency using field, geochemical, and petrographical analysis. Megascopically, the selected nine samples are described as greyish to blackish and fine to medium grains ultramafic rocks, which consist of pyroxene and olivine. Microscope, X-Ray Fluorescence (XRF), and Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS) devices were used to obtain both petrography and geochemistry data. Major oxides data confirm that the selected samples are classified into ultramafic rocks as SiO2, MgO, and Fe2O3T are the most abundant oxides. The studied samples presumably came from arc tholeiitic environment tectonic setting. Ultramafic rocks often contain promising economic metals whereas the average numbers of Ni, Mn, Cr, and Co of this study are 2,675; 1,074; 2,386; and 117 ppm respectively. The rocks are generally enriched in high field strength elements whilst rare earth elements value are low, ranging from 2.11 to 7.10 ppm. Microscopically, samples can be classified into three groups: olivine-hornblende pyroxenite, lherzolite, and olivine websterite. Geochemical data describes more about the discriminant analysis of the groups. ABSTRAKWilayah Sulawesi Tenggara dipotong oleh Sesar Lasolo yang membagi daerah ini menjadi dua lajur: Tinondo dan Hialu. Lajur Tinondo diisi sebagian besar oleh Komplek Ophiolit, yang berada di bagian utara dari Lengan Tenggara Sulawesi. Belum ada studi yang terfokus kepada kandungan geokimia Komplek Ophiolit tersebut di wilayah Kabupaten Konawe Utara.Studi ini bertujuan untuk mempelajari karakter batuan ultramafik dari Komplek Ophiolit di Kabupaten Konawe Utara melalui kegiatan lapangan, analisis geokimia, dan analisis petrografi. Secara megaskopis, sembilan contoh batuan terpilih teridentifikasi sebagai batuan ultramafik berwarna kelabu hingga hitam, berukuran butir sedang hingga halus, dan mengandung piroksen maupun olivine. Perangkat mikroskop, X-Ray Fluorescence (XRF), dan Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS) dimanfaatkan untuk memperoleh data geokimia maupun mikroskopis. Data oksida utama mengklasifikasikan contoh terpilih ke dalam batuan utramafik dengan SiO2, MgO, dan Fe2O3T sebagai oksida dengan kelimpahan tertinggi. Contoh terpilih mungkin terbentuk pada lingkungan busur tektonik tholeitik. Batuan ultramafik sering mengandung logam ekonomis dengan kadar rata-rata Ni, Mn, Cr, dan Co pada studi ini adalah: 2.675, 1.074, 2.386, dan 117 ppm secara berurutan. Batuan telah mengalami pengayaan unsur high field strength elements meskipun dengan kadar unsur tanah jarang yang rendah, berkisar dari 2,11 hingga 7,10 ppm. Secara petrografi, batuan terpilih dapat dibagi menjadi tiga kelompok: olivine-hornblende pyroxenite, lherzolite, and olivine websterite. Data geokimia menjelaskan lebih lanjut mengenai perbedaan dari kelompok-kelompok tersebut.
Ultramafic rock
Pyroxene
Hornblende
Cite
Citations (10)
Buried valleys of Quaternary age in Denmark are complex structures filled predominantly with glacio-lacustrine clay, silt, meltwater sand and gravel. These valleys are important target for groundwater exploration as they are potentially good aquifers. Most of the Danish aquifer consists of Quaternary sand and gravel deposited in valleys eroded and buried in the Tertiary clay basement. The resistivity of the impermeable Tertiary clay lies between 5 - 20 Ωm, moraines clay are 25 - 60 Ωm and sandy/gravel are from 60 - 200 Ωm. SkyTEM has the ability to effectively differentiate between these lithologies based on their range of resistivity values. In addition, SkyTEM has been proven to have an excellent depth penetration exceeding 200 m. A 1-D inversion was carried out for all the sounding data to obtain resistivity values which were then plotted as contour maps at selected depth intervals. A 3-D image of the subsurface was created by stacking these maps at different depths. The study identified buried valleys located at the southern and northern part of the survey at a depth of 155 and 40 m, and thickness of up to 140 m and 30 m, respectively. Abstrak - Lembah tertimbus berusia Kuarterner di Denmark adalah struktur kompleks yang diisi oleh lempung glasio- lakustrin, lodak, pasir air lebur dan kelikir. Lembah-lembah tersebut adalah penting sebagai sasaran bagi eksplorasi pencarian sumber air bawah tanah memandangkan ia berpotensi sebagai akuifer yang baik. Kebanyakan akuifer di Denmark adalah terdiri daripada pasir dan kelikir berusia Kuarterner dan kelikir yang terenap di dalam lembah yang terhakis dan tertanam di dalam lempung berusia Tertiar. Nilai kerintangan lempung telap air berjulat 5 -20 Ωm, lempung morain berjulat 25 - 60 Ωm dan pasir serta kerikil berjulat 60 - 200 Ωm. Sistem SkyTEM telah terbukti sesuai dalam penyiasatan sebegini kerana ia mampu mencapai sehingga 200 m kedalaman. Songsangan 1-D dilakukan ke atas kesemua data pemeruman bagi mendapatkan nilai kerintangan yang kemudiannya digunakan untuk memplot peta kontur mengikut kedalaman tertentu. Imej 3-D subpermukaan dibentuk dengan penggabungan kesemua peta kontur pada kedalaman yang berbeza. Kajian ini telah mengesan kedudukan lembah tertimbus di bahagian selatan dan utara kawasan kajian dengan kedalaman maksimum 155 m dan 40 m, dan berketebalan 140 m dan 30 m.
Basement
Cite
Citations (3)
Sekarang ini, potensi dari reservoar vulkaniklastik telah disarankan dan menarik untuk kajian eksplorasi. Formasi Kebo-Butak dan Semilir terletak di Pegunungan Selatan, Jawa Tengah, Indonesia, yang terkenal sebagai area yang paling prospektif yang dipengaruhi dan dibentuk oleh sekuen yang tebal dari sedimen vulkanik Tersier dan batuan sedimen dari Oligosen hingga Miosen. Batupasir vulkanik dan vulkaniklastik resedimentasi sangat dipengaruhi oleh kandungan material vulkanik seperti tuff terhadap karakteristiknya sebagai batuan reservoar pada kedua formasi, hal tersebut menjadi latar belakang mengapa penelitian dilakukan di area tersebut.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakter reservoar dari batupasir vulkaniklastik primer dan resedimentasi dan hubungan dengan karakteristik petrologi dan petrofisik dari kedua batupasir tersebut. Untuk menyelesaikan tujuan, observasi kerja lapangan dan analisis laboratorium termasuk pengukuran stratigrafi, petrografi, petrofisik, SEM, dan analisis XRD dilakukan secara hati-hati dalam penelitian ini.
Sebagai hasilnya, reservoar vulkaniklastik primer yang baik memiliki karakteristik porositasn berkisar 21-33% dan permeabilitasnya berkisar 264mD-288mD. Batuan reservoar vulkaniklastik resedimentasi yang baik memiliki nilai porositas berkisar dari 32-34% dan nilai permeabilitasnya berkisar dari 64mD hingga 891mD. Batuan yang tidak dapat menjadi reservoir yang baik di Pegunungan Selatan yaitu dikarenakan memiliki kapasitas yang rendah untuk menyimpan dan menyalurkan fluida oleh material vulkanik seperti tuff dan gelas vulkanik lain, dan mineral lempung seperti smektit, pyrophillite, dan halloysite. Batupasir vulkanik kebanyakan memiliki bentuk butir angular dan sortasi yang buruk yang berpengaruh terhadap porositas dan permeabilitas. Berdasarkan kasus ini, dibandingkan vulkaniklastik primer yang bagus sebagai batuan reservoir batupasir resedimentasi memiliki karakteristik.
Recently, the potential of volcaniclastic reservoir has been suggested and interesting for exploration. Kebo-Butak and Semilir Formations are situated in the Southern Mountain, Central Java, Indonesia, where is known as an area that affected and formed by thick sequence of Tertiary volcanic sediment and sedimentary rocks from Oligocene to Miocene. The volcanic sandstone and resedimented volcaniclastic are highly effected by volcanic material as tuff to its properties as reservoir rocks at this both formation, that why this current research is conducted in this area. The aims of the research are to understand the reservoir properties of primary and resedimented volcaniclastic sandstone and correlate the petrological and petrophysical characteristics of both sandstones. In other to accomplish these objectives, field work observation and laboratory analysis including stratigraphic measurement, petrographic observation, petrophysic, SEM, and XRD analyses were carried out carefully for this research.
As the results, the good reservoir of primary volcaniclastic sandstone has the properties of porosity ranging from 21% to 33% and the permeability ranging from 264mD to 288mD. The good reservoir rock of resedimented volcaniclastic has the porosity values ranging from 32% to 34% and the permeability values ranging from 64mD to 891mD. Some rock samples that cannot act as good reservoir at Southern Mountain because have low capacity to store and transmit fluid by volcanic material as tuff and other volcanic glass and clay minerals as smectite, pyrophyllite and halloysite. The volcanic sandstone are mostly has angular grain shape and poor sorting which affected to the porosity and permeability too. Based on this case, The primary volcaniclastic has properties as reservoir rock than resedimented sandstone.
Cite
Citations (0)
The aim of this study is to identify of petrology characteristic based on geochemical analysis in order to know the granitoid rock type. Administratively, the study area is in the City and District of Singkawang, West Kalimantan Province, at coordinate 108°48'30†- 109°1'30†E and 0°40'30†- 0°54'30†N and, situated ± 145 km to the north of Pontianak City. The outcrop of granitoid along Bajau Cape coast and its surrounding, had been analyzed petrographically and geochemically using AAS method. Based on analysis of five samples show that the ratio mole of Al2O3/(CaO+Na2O +K2O) > 1 ranged between 1.12 and 1.7, while the rest of three samples are moderately aluminous, with a ratio value between 0.5 and 1.0. The ratio between K2O and (K2O+Na2O+CaO) ranges 0.07 to 0.55 (moderate) that forms alkali feldspar normative ranges from 3.8 to 15.89 wt%. This ratio shows that granite alkali feldspar is classified to be calc-alkaline series. Petrographically, this rock is porfiritic texture, hollocrystalline, granular hypodiomorphic and biotite present as phenocryst, yellowish brown, euhedral, thin and platy. The content of oxides element (Na2O and MgO) tend to decrease, whereas of other oxides elements, namely Al2O3, TiO2, K2O, FeO and CaO increased, parallel with the raising of SiO2. Therefore, the Singkawang Granitoid can be grouped as alkali feldspar granite, syeno-granite and quartz monzonite.
Keywords: petrography, geochemstry, major elements, calc-alcaline affinity, granitoid type and Bajau Coast, West Kalimantan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik petrologi, berdasarkan analisa geokimia sehingga jenis batuan granitoidnya dikenali. Secara administratif, daerah penelitian termasuk ke dalam Kota dan Kabupaten Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, pada koordinat 108°48'30†- 109°1'30†BT and 0°40'30†- 0°54'30†LU dan terletak ± 145 km, arah utara dari Kota Pontianak. Singkapan batuan granitoid sepanjang pantai Tanjung Bajau dan sekitarnya telah dianalisis secara petrografi dan geokimia dengan menggunakan AAS. Berdasarkan 5 contoh yang dianalisa menunjukan perbandingan mol Al2O3/(CaO+Na2O +K2O) > 1, yakni berkisar antara 1,12-1,7, sedangkan 3 contoh sisanya bersifat peraluminus sedang, dengan nilai ratio antara 0.5-1.0. Perbandingan antara K2O dan (K2O+Na2O+CaO) berkisar antara 0,07-0,55 (sedang) yang membentuk alkali normatif feldspar berkisar 3,84 – 15,89% (berat). Perbandingan tersebut menunjukan batuan Granit alkali feldspar yang tergolong dalam seri batuan kalk-alkali. Secara petrografi, batuan tersebut menunjukkan tekstur porfiritik, holokristalin, hipidiomorfik granular dengan biotit hadir sebagai fenokris, coklat kekuningan, euhedral, pipih dan sedikit berlembar. Kandungan unsur oksida (Na2O dan MgO) cenderung mengalami penurunan, sedangkan unsur oksida lainnya, yaitu Al2O3, TiO2, K2O, FeO dan CaO mengalami kenaikan sejalan dengan makin bertambahnya SiO2. Maka dengan demikian Granitoid Singkawang dapat dikelompokan menjadi granit alkali feldspar, syenit-granit dan kuarsa-monsonit.
Kata kunci: Petrografi, geokimia, senyawa utama, afinitas kalk-alkalin, batuan granitoid dan Pantai Bajau, Kalimantan Barat.
Outcrop
Alkali feldspar
Quartz monzonite
Phenocryst
Cite
Citations (1)
Abstrak. Kuta Cot Glie di Aceh Besar, merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi batuan metamorf serpentinit. Batuan ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan pupuk, batu hias, dan beberapa manfaat lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasi model bawah permukaan dan memperkirakan ketebalan lapisan batuan serpentinit. Metode geofisika yang digunakan adalah metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger. Pengukuran dilakukan pada dua lintasan sepanjang 275 m untuk masing-masing lintasan dengan 56 buah elektroda dan jarak spasi setiap elektroda adalah 5 m. Prinsip metode geolistrik tersebut memanfaatkan sifat kelistrikan suatu material untuk mengetahui karakteristik material. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai resistivitas adalah 50 - 150 Ωm yang diperkirakan lapisan batuan serpentinit dengan ketebalan 10 - 35 m.Abstract. Kuta Cot Glie located in Aceh Besar, Aceh Province, has a natural potential of serpentine. The metamorphic rocks used as a raw material for making fertilizer, ornamental stones, and other benefits. This research aims to interpret sub-surface models and estimate the thickness of the rock layers. The geophysical method used in this study was the resistivity geoelectric method with a Wenner-Schlumberger configuration. Measurements were carried out on two lines with 275 m for each line and the spacing of the electrode was 5m using 56 electrodes. The physical approach utilizes the electrical properties of a material to determine the characteristics of its material. The result show that the resistivity of 50 to 150 Ωm can be interpreted as serpentinite rock layers with the thickness of 10 m to 35 m.Keywords: Serpentinite, resistivity, geoelectric method, Wenner-Schlumberger configuration.
Cite
Citations (1)
ABSTRACT Gosowong province has economic mineralisation which is classified as low sulphidation epithermal veining system containing high-grade of gold and silver. It is characterizes by various veins hosted in Holocene Quaternary volcanic rocks, mineralisation generally occurs in host rock andesite. The Kencana epithermal vein system in Gosowong Au-Ag district hosted by two main sub-parallel North-West trending major fault structures, named Kencana One (K1) and Kencana Two (K2) with strike lenght extend up to 600m. Both structures joined by link structures, appears to be Kencana Link (K-Link) as the thickest link structure. The Kencana One (K1) is the first underground mine in Gosowong district. The nature of underground conditions at Kencana has a high variability of gold grades. Thus due to extremely high grades ore in Kencana, it is need to be precise and thoroughly handling to obtain best results. Primary mineralisation occurs in multistage veins, breccias and stockwork veins as infill structures. This study confirming that there is a strong correlation between quartz vein infill structure mode versus gold grade which classified into (1) 1.01-3.0g/t Au, dominated with wall-rock breccia and stockwork, (2) 3.01-6.0g/t Au, dominated with wall-rock breccia follows by stockwork, (3) 6.01-20.0g/t Au, dominated with wall-rock breccia follows by quartz lode and stockwork, (4) 20.01-80.0g/t Au, dominated by wall-rock breccia follows by vein breccia and quartz lode, (5) >80g/t Au, dominated by wall-rock breccia. In terms of production quartz vein infill mode together and quartz vein texture with gold grade has been used as the main reference for geologist to make a direction in the process of ore drive determination in underground mining operations. Keywords: Kencana, low sulphidation epithermal, quartz vein infill mode SARI Gosowong memiliki mineralisasi ekonomis yang merupakan epitermal sulfida rendah yang mengandung emas dan perak dengan kadar tinggi. Cebakan dicirikan dengan kehadiran urat yang bervariasi dengan batuan vulkanik kuarter sebagai batuan induk berumur Holosen, mineralisasi umumnya terjadi di dalam batuan induk andesit. Kencana berada di dalam area Cebakan Au-Ag Gosowong. Kencana terdiri dari dua struktur besar yang berdampingan, dinamakan Kencana Satu (K1) dan Kencana Dua (K2) dengan arah jurus sepanjang 600m. Keduanya dihubungkan dengan struktur yang dinamakan Kencana Link (K-Link) yang merupakan struktur bukaan yang paling tebal. K1 adalah tambang bawah tanah pertama di Gosowong. Kondisi bawah tanah di Kencana menunjukkan variasi tubuh bijih emas yang mengandung kadar emas yang bervariasi. Dengan adanya kadar emas yang tinggi, maka penangannya harus tepat dan seksama untuk mendapatkan hasil terbaik. Secara umum mineralisasi terjadi secara bertahap dalam urat kuarsa, breksiasi, dan urat stockwork. Penelitian ini menegaskan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara tipe struktur urat kuarsa dengan kadar emas yang diklasifikasikan menjadi (1) 1 . 01-3.0 g/t Au, didominasi oleh breksiasi batuan dinding dan stockwork, (2) 3.01-6.0 g/t Au, didominasi oleh breksiasi batuan dinding diikuti oleh stockwork, (3) 6.01-20.0 g/t Au, didominasi oleh breksiasi batuan dinding diikuti oleh quartz lode dan stockwork (4) 20.01-80.0 g/t Au, didominasi oleh breksiasi batuan dinding diikuti oleh breksiasi urat kuarsa dan quartz lode (5) > 80g/t Au, didominasi oleh breksiasi batuan dinding. Di dalam proses produksi, tipe struktur urat kuarsa dan tekstur urat kuarsa bersama dengan kadar emas menjadi petunjuk untuk geolog dalam menentukan arah penambangan emas di dalam tambang bawah tanah. Kata kunci: epitermal sulfida rendah, Kencana, tipe struktur urat kuarsa
Stockwork
Breccia
Lode
Wall rock
Cite
Citations (0)
Along the boundary of the Western and the Central Belts of Peninsular Malaysia. there are a number of relatively small bodies of serpentinite outcrops. It is believed that these outcrops represent the serpentinised ultramafic rocks, which intruded the Lower Devonian rock fonnations. The serpentinite outcrop at Bukit Rokan Barat, Negeri Sembilan can be considered as one of the best that can be found in this area. The structure observed at this outcrop could represent the structure of the other serpentinite bodies situated along this boundary. Furthennore the deformation history, which is deduced from this structural study, may be used to describe the deformation history that took place along the boundary between the Western and Central Zones of Peninsular Malaysia. The observed serpentinite body at Bukit Rokan Barat is well foliated, trending approximately in north-northwest and northwest direction and moderately to steeply dipping towards northeast. This rock body had suffered at least three phases of shearing, the earlier two (D and D2), were related to ductile, while the third (D3) was related to brittle deformation. The ductile deformations are indicated by the presence of shear zones, foliations and crenulations folds (microfolds) and lenticular-shaped structures, and the brittle defonnation by the lateral faults. The maximum principal paleo-stresses (sl) related to the ductile defonnations (0 and D2) were acting from NE and ENE directions respectively and the brittle deformation (D3) from NNE direction. The approximately EW tension cracks developed within the lenticular shaped structures are interpreted as the last phase of defonnation suffered by this rock body. Abstrak: Di sepanjang sempadan antara Jalur Barat dan Tengah Semenanjung Malaysia. terdapat beberapa singkapan jasad-jasad kecil serpentinit. Singkapan-singkapan tersebut dipercayai mewakili batuan ultramafik yang telah berubah menjadi serpentinit, yang dahulunya merejah fonnasi batuan Devon Bawah. Salah satu singkapan yang terbaik didapati di Bukit Rokan Barat, Negeri Sembilan. Struktur yang dicerap di singkapan ini boleh mewakili struktur untuk jasad jasad serpentinit lain yang terletak di sepanjang sempadan tersebut. Seterusnya sejarah canggaan yang ditafsirkan berdasar kepada kajian struktur di sini juga boleh digunakan untuk menjelaskan sejarah canggaan yang telah berl;aku di sepanjang sempadan zon Barat dan Tengah Semenanjung Malaysia. Jasad serpentinit yang dicerap di Bukit Rokan Barat mempunyai foliasi yang sangat baik, berarah hampir utara bratlaut hingga baratlaut. Jasad batuan ini mengalami sekurang-kurangnya tiga fasa ricihan, dua yang awal (0 dan D2) berkaitan dengan canggaan mulur, manakala yang ketiga (03) berkaitan dengan canggaan rapuh. Canggaan rapuh ditunjukkan oleh kedapatan zon ricih, foliasi, lipatan kerdut dan struktur berbentuk lentikular, manakala canggaan rapuh oleh sesar mendatar. Tegasan kuno utama maksimum (sl) yang berkaitan dengan canggan mulur (0\) dan (02) masing masing telah bertindak dari arah timurlaut dan timur-timurlaut dan canggaan rapuh (03) dari utara-timurlaut. Rekahan tensi berarah hampir timur-barat yang terbentuk pada jasad berbentuk lentikular merupakan canggan terakhir yang alami oleh jasad batuan di sini.
Cite
Citations (4)